
“Menurut riset terakhir yang saya ketahui. Diduga ini akibat
persilangan pohon kopi yang dilakukan sejak zaman Belanda,” terang Anang
Zahiri, petani setempat, Senin, (8/6/2015).
Aroma kopi Empat Lawang menyeruak usai diseduh, pun ketika dicium
saat masih menjadi bubuk. Rasa pahitnya dominan, dengan rasa asam yang tipis
ciri khas arabica. Jika Anda ingin bergadang mengerjakan tugas, sebaiknya ada secangkir
kopi ini di meja Anda.

Anang Zahiri adalah petani lokal yang juga ketua Kelompok
Tani Usaha Maju. Ia memiliki sekira 20 hektare tanaman kopi. Tak hanya menanam,
pria 56 tahun ini juga memproses kopi-kopi itu menjadi kopi bubuk siap minum,
atau dalam kemasan. Ada outlet kecil di depan rumahnya tempat ia menjajakan
kopi produksinya. Sementara, ruang produksi ada di sebelah kiri kiosnya. Total
ukuran kios berikut rumah dan ruang produksinya 20x15 meter.
Pria kelahiran Sumatera keturunan Jawa ini mengaku sudah 15
tahun berkecimpung di dunia kopi. Ia juga kerap mewakili Sumatera Selatan, jika
ada pameran, atau sebagai duta kopi. Sertifikat dan berbagai piagam juga
terpajang di tembok yang ada di tokonya.

Sebelum terjun ke dunia perkopian, lelaki dua anak ini seorang kontraktor. Bisnis kopi ia mulai dengan menjual sekilo, dua kilo, dan kini sudah mencapai dua kwintal per harinya. “Awalnya coba-coba, tapi keterusan hingga sekarang. Bahkan sudah punya 15 pegawai,” kenangnya.
Langkah Kaki diberi kesempatan menengok ruang produksi kopi dengan
merek dagang EMASS, kepanjangan dari Ekonomi Maju Aman, Sehat dan Sejahtera.
Ini juga merupakan slogan Pemkab Empat Lawang.
Sebelum jadi kopi siap seduh, biji kopi yang telah dikupas
dicuci hingga bersih dan disortir, kemudian dijemur hingga kering. Setelah itu
biji kopi akan melalui proses penggorengan. Untuk proses ini Anang Zahiri
menggunakan dua tangki berukuran 30 kiloram yang diletakkan di atas api kayu,
yang dimodifikasi dan dihubungkan dengan mesin genset, yang berfungsi memutar
roda yang ada di ujung tangki. Modifikasi ini menghasilkan putaran tangki yang
konstan.

“Semua alat produksi saya buat dan modifikasi sendiri,” jelas Anang, sembari mengantar Langkah Kaki berkeliling ruang produksi kopinya.

Tak hanya itu,
tanaman kopi juga membutuhkan perawatan yang ekstra dan mahal, beda dengan
karet.
Salah seorang anaknya sekarang berkuliah di Universitas
Gadja Mada, Yogyakarta. Ia berharap anaknya meneruskan usahanya dan
mengembangkannya usai lulus kuliah. Di akhir perbincangan, Langkah Kaki tak lupa
membeli beberapa produk kopi milik Anang Zahiri, untuk dibawa ke Jakarta. Harganya
tak semahal secangkir kopi racikan merek luar.
Tak percaya, datanglah.
Comments
Post a Comment