Aroma harum nasi goreng menguar
dari wajan besi berdiameter sekira 50 sentimeter, di gerobak nasi goreng milik Munahar.
Api dari bawah wajan menjilat bagian bawah wajan dengan lidahnya yang berwarna:
merah, biru dan orange. Lelaki berperawakan tinggi besar dengan mengenakan peci
hitam itu sibuk meracik pesanan pelanggannya, malam itu.
Mbah Munahar tengah beraksi |
Mbah Munahar, begitu para
pelanggannya biasa memanggil, begitu lihai memainkan sutil atau spatula yang ia
pegang di tangan kanannya, yang telah keriput. Membolak balik nasi goreng, atau
mie pesanan pelanggannya, dan memastikan semua bumbu yang telah dimasukkan
tercampur sempurna, dan merata, demi menghasilkan komposisi rasa yang pas.
Semua ia lakukan sendiri. Istrinya yang juga tak lagi muda, duduk di sebuah
kursi plastik tak jauh dari gerobak itu berada.
Tua memang, namun semangatnya
bekerja mencari nafkah tak lekang oleh zaman. Dalam dunia per-nasi goreng-an,
Mbah Munahar boleh dibilang ‘master’. Mengapa tidak? Sebab, profesi ini
ditekuninya sejak 1960an. Anda tinggal menghitung berapa lama waktu yang
didedikasikan Mbah Munahar untuk menekuni bisnis kulinernya. Jika dalam dunia
akademisi, Mbah Munahar bisa disebut sebagai: “Profesor Nasi Goreng”. Namun,
semua gelar bergengsi itu jelas tak dibutuhkan pria yang kini berusia 80
tahunan. Baginya, bisa berdagang, dan sajiannya disukai pelanggan adalah sebuah
kebanggan dan prestasi pribadi.
Berjualan Sejak Harga Nasi
Goreng Rp25
Pada tahun 1960an, nasi goreng
tidak semahal sekarang. Saat ini harga nasi goreng memang bervariasi, antara
lain bergantung pada lokasi jualan, kemasan, bahan-bahan yang digunakan, dan
porsi. Mulai harga Rp10 ribu hingga puluhan ribu per porsi pun ada.
Sementara, untuk mendapatkan
seporsi nasi goreng atau mie goreng racikan Mbah Munahar, Anda tak perlu
merogok koceh dalam-dalam, cukup 7.000 Rupiah per porsinya. Murah bukan? Dalam
seporsi nasi atau mie goreng buatannya, Mbah Munahar tidak pelit bumbu. Pun
demikian dengan campuran telur, irisan daging ayam, serta sayur, semua
terbilang cukup banyak, jika dibandingkan dengan pedagang nasi goreng keliling
atau mangkal yang pernah dirasakan penulis. Karena itu pula, rasanya boleh
diadu. Nasi goreng atau mie goreng yang sarat akan pengalaman dan perjuangan. Sebuah konsistensi yang layak
diapresiasi. Caranya cukup dengan membeli.
Sebelum membanderol nasi goreng
seharga Rp7 ribu per porsi, dalam perjalanan kariernya, Mbah Munahar telah
melalui banyak peristiwa dan pergantian harga. “Dulu harga nasi goreng saya
masih Rp25, kemudian Rp50, Rp200 per porsi, dan sekarang Rp7 ribu,” kenangnya,
sembari melayani pembeli. Padahal, sejumlah pedagang nasi goreng yang ada di
Jombang, Jawa Timur, menghargai dagangannya sedikit lebih mahal, ada yang 8.000
ribu, 10 ribu hingga lebih. Mbah Munahar, masih bertahan, tanpa mengurangi rasa
dan ukuran menunya.
Bersuara
Sedikit Keras
Mbah Munahar tengah beraksi |
Usia
yang tak lagi muda, tentu memengaruhi kondisi fisik, termasuk panca indra. Itu
terjadi pada siapa saja, tak terkecuali pada Mbah Munahar, terutama pada
pendengarannya. Karena itu, jika Anda datang memesan nasi atau mie goreng,
pesanlah dengan suara sedikit keras, namun tidak membentak. Mengapa? Jika
tidak, jangan salahkan jika nasi goreng yang Anda pesan akan berubah menjadi
mie goreng, atau sebaliknya (pengalaman pribadi, red). Jika perlu, pastikan
menu yang Anda pesan lebih dari sekali. Namun, itu bisa dimaklumi.
Sore
Hingga Jam 12 Malam
Mbah
Munahar menggelar dagangannya di depan rumahnya, sejak sore bada Ashar hingga
pukul 12 malam. Kadang sebelum tengah malam, nasi dan mie gorengnya sudah
habis. Gerobaknya memiliki dua tungku, satu untuk mie goreng atau kuah, satu
lagi khusus nasi goreng. Jika ingin makan di tempat, Anda bisa menyantapnya di
meja dan bangku yang telah disediakan di dalam warung. Bangunan warung permanen tepat berada di belakang gerobak, berukuran sekira 2 x
3 meter. Tersedia juga minuman air mineral, dan kerupuk di meja.
Simak video Mbah Munahar:
Simak video Mbah Munahar:
Lokasi warung nasi goreng Mbah
Munahar, boleh dibilang tidak strategis, karena tidak berada di jalan utama,
atau tempat keramaian. Tempatnya ada di depan rumah, yang ada di pinggir jalan
kampung. Jika ingin ke sana cukup mudah. Dari arah kantor Satlantas Jombang,
teruslah ke timur sampai perempatan (perempatan Djarum, begitu kata warga
sekitar). Dari sini Anda belok ke kiri, sampai pertigaan pertama belok ke kiri
lagi. Jaraknya kurang lebih 15-20 meter dari pertigaan pertama tadi. Jika Anda
melihat gerobak besar di depan rumah, di sebelah kanan jalan, itulah lokasinya.
Selamat mencoba! Buat Mbah Munahar, semoga panjang umur dan sehat selalu.
Comments
Post a Comment